“Tega ya! Temen sendiri dikasih aroma eek kucing.”
“Hehehe, sorry deh. Si Rani tuh nyariin kamu.”
“Hah? Masa sih?”
***
“Iqbal, met valentine
ya!” Rani menyodorkan sebatang cokelat bermerek dengan pita pink pada ane.
“Ci… ci.. ciyus, Rani? Bu… bu… buat …a… ane?” ucap ane
dengan terbata-bata. Kembali ane tak percaya pada mata dan telingaku. Rani
gives me a chocolate! In This Valentine! Oh, Gosh! Mimpi kah ane? Kiamat kah
dunia ini?
“Iya, ciyus…
, cokelat ini buat Iqbal.”
Dirahihnya tangan ane. Sebatang cokelat itu sudah berpindah
tangan. Rani pun berlalu sebelum aku sempat mengucapkan terimakasih.
Gemetar ane. Apakah ini saatnya ane menyatakan cinta?
Come on Iqbal! It’s your time! Katakan cintamu! Momentnya
pas banget nih.
Deg, deg, deg! Ok! Aku harus bilang.
“Rani,” teriakku menghentikan langkahnya.
Gerai rambut panjangnya yang indah tanpa rebonding meski
keriting itu menyapu debur ombak hati ane.
Rani berbalik berdiri memandangku dari jauh, 100 meter lah.
It’s the time!
Deg, deg, deg!
“Rani,….
Kenapa hatiku cenat-cenut tiap ada kamu
Selalu peluh pun menetes setiap dekat kamu
Kenapa salah tingkah tiap kau tatap aku
Selalu diriku malu tiap kau puji aku
Kenapa lidahku kelu tiap kau panggil aku
Kenapa lidahku kelu tiap kau panggil aku
Selalu merinding romaku tiap kau sentuh aku
Mengapa otakku beku tiap memikirkanmu
Rani, a…
aku… aku.. err… I think I love u, Rani.
Would you be my girlfriend?”
Deg, Deg, Deg!!! Hening.
Sedetik, dua detik, tiga detik.
“Ha, ha, ha, ha, ha!”
Seluruh siswa mulai dari kelas X sampai XII menertawakanku.
Kepalang basah. Nasi telah menjadi bubur. Biarlah aku menjadi Romeo di tahun
2013 ini. Demi Rani, julietku.
“Cuit, cuit! Iqbal nih ye!” Sinta dan Saniah meneriaki ane
dari dalam kelas.
No matter!
“Mantap, bro! ini baru lelaki sejati,” seloroh Edi sambil
menepuk bahuku.
Sementara Rani, dia hanya terpaku mematung di 100 meter
sana. Tiba-tiba dia menangis, dan berlari menjauh. Rani…. Kau kemana? Jangan
tinggalkan aku.
“Rani…” panggilku.
***
Kenapa Rani pergi? Kenapa? Apakah dia membenciku karena
telah membuatnya malu?
“Weh, galau niye.” Edi mengagetkanku saat aku galau di
kantin belakangsekolah. Tempat saat pertama kali Rani mengajakku duduk berdua.
Saat aku pingsan gara-gara es strawberry Rani.
“Ane gak ngerti kenapa Rani menjauh dari ane. Bukannya
ngejawab perasaan ane, tapi malah ngejauh gitu. Menurut kamu, gimana ed?”
“Sudahlah, kawan. Mungkin dia masih malu. Tar juga dia
nyamperin elo.” Edi mencoba menenangkanku.
Pahit sekali rasanya.
Ane pun hanya membuang pandangan ke hamparan kebun jati di belakang sekolah.
“Iqbal, ada Rani dating tuh.” Edi membuyarkan pandanganku.
Deg, deg, deg!
“Mana?”
“Tuh, gue balik ke kelas duluan ya.”
Aku hanya mengangguk, deg deg, deg.
“Iqbal, boleh Rani duduk disini? Ada yang ingin Rani katakan
padamu.”
Deg, deg, deg. Gadis ini masih saja membuat ane berdebar. Harapan
ane, semoga dia menerima cinta ane.
“Eh, i…iya…,” jawabku terbata. Ane bingung harus ngomong apa,
antara malu dan ngarep.
“Iqbal, maafin Rani ya. Hari itu Rani kaget, gak nyangka
Iqbal bakal nyatain cinta ke Rani. Tapi sungguh, Rani gak ada maksud untuk
bikin iqbal sakit hati.”
“Iya, Ran. Ane ngerti, gak apa-apa koq Ran. Ane Cuma bingung
aja kenapa Rani nangis. Ane jadi ngerasa bersalah, mungkin ane udah ngebuat
Rani malu karena nyatain cinta di depan banyak orang dengan cara yang norak
itu.”
Rani diam. Ane pun diam. Sesaat hening, lalu ane
memberanikan diri untuk kembali menyatakan perasaan ane.
“Jadi, Rani… apakah Rani mau menerima cinta ane? Cinta ane,
seorang Iqbal yang chubby cute ini?”
Tetep narsis dong meski lagi serius,
hehehe.
Deg, deg, deg.
Rani masih diam.
“Ran…”
“Iqbal,,, sebenarnya Rani juga sayang sama iqbal. Sayang
banget sejak pertama Rani pindah sekolah kesini.”
Yes!
“Tapi,,, rani sayang sama iqbal sebagai adek Rani. Iqbal
mirip sekali dengan adek Rani yang tiga bulan lalu meninggal akibat kecelakaan.
Itu juga alasan Rani pindah ke sekolah ini. Maaf ya Iqbal.”
“…”
Speechless. Dunia gelap. Oh, gelap sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar