Senin, 02 Agustus 2010

Kisah Kucing dan Emaknye

Alkisah di sebuah pelosok negeri Babulu, lahirlah beberapa ekor kucing (baca: dengan badannya juga) di kolong sebuah kos-kosan dekat jalan utama. Kucing-kucing itu berjumlah tiga ekor dengan berbagai tampilan yang 'biasa saja', secara bapak'e kucing bukanlah londo, tapi produk lokal, jadi gak bisa berbulu lebat seperti kucing impor.

Hari terus berganti, dan kucing-kucing itu mulai mengeong seolah ingin mengatakan pada dunia bahwa mereka telah lahir. Kehebohan mereka semakin menjadi tatkla induk mereka mendadak meninggalkan tempat persitirahatan yang telah mereka tempati beberapa hari terakhir ini, guna mencari dimana bapak anak-anaknya.

Mungkin bapaknya si kucing adalah pejantan yang tidak bertanggung jawab seperti bang Toyib, yang gak pulang-pulang.

Tersebutlah pada hari itu ialah hari Jumat kliwon, saat seorang lelaki muda salah satu penghui kost terganggu dengan suara keluarga kucing. Lelaki itu sedang memiliki masalah di tempat ia bekerja, dan ketika ia ingin menenangkan diri di kamarnya, terdengarlah keributan di bawah kolong kos2n.

"Ngobrolin apa sih kucing-kucing itu? bikin sumpek aja! gak lama q lempar pake sandl jepitnye pak Haji." umpat si lelaki yang ternyata bernama Tukijan.

Sementara itu keluarga kucing tanpa induknya sedang berdiskusi di bawah kolong.

"Kakak 1, mami koq gak pulang-pulang ya? Padahal sudah dua hari ia mencari papi, apakah papi tidak mau pulang ya kak?" ucap yang belang pada belang yang satunya.

"Entahlah dik, doakan saja mami cepet pulang bawa papi biar keluarga kita utuh lagi."
jawab si belang yang di pangil kakak 1.

"Sudahlah, ngapain sih mikirin papi sama mami. Mending kita mikirin gimana caranya supaya perut-perut kita ini tidak kosong, isinya cuma angin, sebentar-sebentar duuuutttt..." si polos menyeletuk.

"Kakak 2, mangnya kakak gak kangen sama mami? gak pengen tau seperti apa papi?" si adik belang protes.
Dengan ekor dikibas-kibaskan, si polos merebahkan tubuhnya.

"Hey, yang penting makan dulu, soal kangen belakangan aja. Taaauuuu!!! "

"Mungkin papi tampangnya seperti pak haji, ya kak? teduh.... sepertinya sabar."

"Hahahaha.... mana mungkin papi seperti manusia. Aneh!!!" ejek si polos pada adiknya.

Serempak mereka bertiga tertawa.

Sementara itu Tukijan yang sedang suntuk pun tak dapat menahan diri untuk mencari dimana sumber keributan itu terjadi.

"Awas saja kamu kucing! Tiada ampun bagimu! kalian telah mengganggu renunganku." segera ia beranjak dari kamarnya dan berkeliling mencari dimana sumber suara riuh itu.

Langkahnya semakin mendekat ke kolong.

"Mereka pasti di bawah sini!" gumamnya sambil mencari-cari sandal pak Haji yagn ia pinjam untuk kondangan penganten kemarin.

Begitu dilihatnya kucing-kucing itu, diangkatnya sandal siap untuk menghantam kucing-kucing mungil tak berdaya, dan waktu seolah terhenti seketika.

"Diaaaaammm!!! Atau ku lempar sandal ini ke muka kalian!" pekik Tukijan.

Kucing-kucing itu terbealak, ngeri dan takut berampur menjadi satu.

Si belang kecil merapatkan tubuhnya pada si polos.
"Kakak 2, jangan-jangan ayah mirip sama dia. Aku takut..... aku gak mau punya ayah kejam seperti dia", bisiknya.

"Sssttt" ucap si polos memerintahan agar adiknya diam. Sementara si belang besar mencoba melindungi kedua adiknya dengan memeluk mereka.

"Panggil mami, cepaat!!!" perintahnya pada adik-adiknya.

Serentak ketiganya berteriak....

"Maaaaamiiiiiiii" (pake bahasa kucing tapi ya... hehehe....)

Tukijan makin geram, bukannya diam kucing-kucing itu malah semakin heboh.

Segera diayunkannya sandal itu, namun belum sempat terlepas dari tangannya, ketika ...

"Hentikaaaannnn!!!!" pekik seorang gadis dari belakangnya sambil menodongkan ujung tongkat sapu pada Tukijan.

"Jangan kau sakiti mereka!Mereka hanya mahluk tak berdaya!"

"Mba, apa-apaan sih. Mereka sudah mengusik tidurku. aku harus memberi mereka pelajaran."

"Kau kejam, mas! Mereka hanya kucing kecil yang kehilangan induknya. Jangan macam-macm sama mereka, atau kau akan berhadapan denganku! "

"Hahaha.... sampean ngapain belain kucing?"

Gadis yang ternyata brnama Alfiyah itu terdiam sesaat, lalu dengan tegas mengatakan...
"Karena aku... adalah.... Emaknya"



*endingnya.... pikir aja ndiri.... " hehehe

2 komentar: